ada band 02

Thursday, March 27, 2014

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN


1.       Model pembelajaran tekhnik JIGSAW (Model Tim Ahli)
Model pembelajaran ini dikemukakan oleh Aronson, Blanney, Stephen, Sikes, dan Snapp pada tahun 1978. Pembelajaran kooperatif teknik JINGSAW adalah suatu pembelajaran kooperatif dimana proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas yang berbeda. Anggota kelompok yang memperoleh tugas yang sama dikumpulkan enjadi satu dan membahas tugas tersebut(kelompok kooperatif). Tiap anggota setelah selesai mengerjakan harus kembali ke kelompok semula untuk menyampaikan hasil pembahasan(ahli informasi), sehingga kelompok pembahas kembali ke kelompok semula engan membawa berbagai informasi permasalahan yang berbeda untuk disampaikan kepada teman sejawat dalam kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecii @3-5 siswa
b.      Setiap anggota kelompok diberi tugas yang berbeda
c.       Setiap siswa dalam kelompok membaca tugas yang diperolehnya
d.      Guru memerintahkan  anggota kelompok  yang mempunyai tugas yang sama membentuk keluar dan membentuk kelompok baru(membentuk tim ahli)
e.      Setiap siswa mencatat hasil tugas dari diskusinya
f.        Siswa kembali kepada kelompok semula dan menyampaikan hasil diskusi yang telah ia dapatkan kepada teman satu kelompok secara bergilir dan bergantian dari tim ahli yang berbeda tugsnya
g.       Setelah seluruh siswa melaporkan, guru menunjuk salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya dan siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapinya.
h.      Guru mengklarifikasi permasalahan dan menyimpulkannya
2.       Model Numbered Head Together(Kepala Bernomor)
Spencer Kagan pada tahun 1992 mengembangan pembelajaran kooperatif teknik Numbered Head Together (NHT) atau kepala bernomor. Artinya setiap siswa dalam kelompok diberi kartu nomor.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor kepala
b.      Guru memberi tugas, diupayakan setiap kelompok mendapat tugas yang berbeda, dan masing-masing kelompok mengerjakannya
c.       Kelompok mendiskusikan jawaban, tiap anggota kelompok mencatat hasil diskusi
d.      Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan kesempatan yang sama untuk melaporkan hasil diskusinya
e.      Guru memanggil salah satu nomor siswa dalam kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas
f.        Kemudian kelompok yang lain dapat memberi masukan/meresponsi dari hasil diskusinya(menyempurnakan)
g.       Guru selanjutnya dapat mengulanggi beberapa kali dari kelompok yang berbeda
h.      Guru mengklarifikasi apabila timbul permasalahan dan menarik kesimpulan
3.       Model Pembelajaran Think and Share
Frank Lyman, tahun 1985 telah mengembangkan pembelajaran kooperatif Think Paire and Share(berpikir berpasang-pasangan dan curah pendapat). Yakni pembelajaran kooperatif dimana siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok kecil(4-6) orang atau lebih saling berpasangan untuk tukar pendapat serta saling membantu satu sama lain dalam rangka mencapai kompetensi yang diharapkan.
Langkah-langkah Pembelajaran
a.       Guru menyampaikan pokok materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b.      Siswa diminta membuat kelompok kecil @4 orang anak (usahakan genap karena akan di pasang-pasangkan)
c.       Siswa diminta untuk berfikir dan memecahkan masalah yang disampaikan gurunya terkait pokok materi
d.      Siswa diminta untuk berpasang-pasangan saling mengemukakan hasil pemikirannya terhadap permasalahan yang diberikan guru
e.      Kemudian pasangan kembali ke kelompok semula(berempat) dan tiap anggota kelompok berempat diberi kesempatan untuk mengemukakan hasil diskusinya
f.        Guru memiimpin pleno diskusi dan tiap kelompok diberi kesempatan untuk mengemukakan hasil diskusinya
g.       Berasal dari kegiatan tersebut mengarah pada pembicaraan pokok permasalahan dan guru dapat menambah yang belum diungkap para siswa
h.      Guru memberi kesimpulan
4.       Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division(STAD)
Model pembelajaran Studen Teams Division(STAD) atau Tim Siswa Kelompok Berprestasi dikembangkan oleh Slavin tahun 1994. Di dalam kelompok belajar, pasti ada murid pandai dan kurang pandai. Menyadari hal itu Slavin mengembangkan model pembelajaran dimana tiap-tiap kelompok tim belajar terdapat siswa yang memiliki nilai lebih dibanding teman-teman sejawatnya. Siswa yang sudah menguasai atau memahami materi pembelajaran dalam kelompok diharapkan mampu membelajarkan kepada teman sejawat dalam satu tim, sehingga timbul interaksi antara siswa.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Membentuk kelompok @3-5 orang siswa secara heterogen(menurut jenis kelamin, prestasi, sukudan sebagainya)
b.      Guru menyajikan/menyampaikan materi pembelajaran
c.       Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan. Anggota yang sudah menguasai diminta menjelaskan pada anggota kelompoknya sampai anggota kelompok itu mengerti dan memahami
d.      Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada sat menjawab kuis teman kelompok tak boleh membantu
e.      Guru memberi evaluasi
5.       Group Investigation
Sharan tahun 1992 mengembangkan modal pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk membina sikap tanggung jawab dan kerjasama dalam kelompok dan sikap saling menghargai pendapat anggota kelompok serta membiasakan untuk berani mengemukakan pendapat
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok heterogen
b.      Guru menjelaskan maksud pembelajaran untuk mengambil materi tugas yang berbeda untuk dikerjakan
c.       Guru memanggil ketua masing-masing kelompok untuk mengambil materi tugas yang berbeda untuk dikerjakan
d.      Masing-masing kelompokmembahas materi secara kooperatif dalam kelompoknya
e.      Setelah selesai, lewat juru bicara(misal ketua kelompoknya) menyampaikan hasil diskusi kelompoknya
f.        Kelompok yang lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasan
g.       Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan
h.      Evaluasi
6.       Cooperative Script
Danserau, dkk 1985 mengembangkan model pembelajaran Cooperative Script : merupakan cara-cara belajar dimana siswa bekerjasama berpasang-pasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi pelajaran yang dipelajari.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Guru membagi siswa untuk berpasang-pasangan
b.      Guru membagikan wacana/materi kepada setiap siswa pasangan untuk dibaca dan membuat ikhtisar(ringkasan)
c.       Guru dan siswa menetapkan pasangan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d.      Pembaca membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide dalam ringkasannya. Sementara pendengar(anggota pasangan lain) memperhatikan, mengkoreksi, menunjukkan ide-ide yang kurang lengkap serta membantu mengingat, menghafal ide-ide pokok serta menghubungkan materi sebelumnya
e.      Bertukar peran, semula sebagai pembicara, sebaliknya pendengar sebagai pembicara dan dilakukan seperti diatas secara bergantian
f.        Guru menyimpulkan pokok-pokok hasil pembahasan
g.       Evaluasi
7.       Make a Match(mencari pasangan)
Dalam rangka membina keterampilan menemukan informasi dan kerjasama dengan orang lain serta membina tanggungjawab untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui kartu permasalahan, maka Lorna Curran, tahun 1994 mengembangkan model pembelajaran kooperatif teknik “Make a Match” atau mencari pasangan.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian kartu lainnya jawaban
b.      Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c.       Tiap siswa memikirkan jawaban soal dari kartu yang dipegang
d.      Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartu jawabannya
e.      Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu habis mendapatkan poin. Hadiah.
f.        Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dri sebelumnya
g.       Demikian seterusnya
h.      Guru menyimpulkan secara keseluruhan dari isi materi pembelajaran melalui kartu-kartu tersebut
i.         Evaluasi
8.       Model Pembelajaran Debate
Dalam rangka mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat dan mempertahankan pendapatnya serta membina tanggungjawab kebersamaan dalam mempertahankan ide-ide/gagasannya perlu dibelajarkan model pembelajaran “Debate.”
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Guru membagi dua klompok peserta debat, yaitu kelompok pro dan kelompok kontra
b.      Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh ketua kelompok debat
c.       Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara dan kelompok kontra untuk menanggapinya. Begitu seterusnya kelompok pro merespon balik tanggapan kelompok kontra sampai sebagian besar siswa dapat mengemukakan pendapatnya
d.      Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti dari ide-ide setiap pembicaraan di papan tulis, sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e.      Guru menambahkan konsep, ide yang belum terungkap serta mengklarifikasinya
f.        Dari ide/gagasan tertulis di papan tulis tersebut, guru mengajar siswa untuk membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik meteri/kompetensi yang ingin dicapai
9.       Model Pembelajaran Berbasis Portofolio
Dalam hal ini portofolio diartikan sebagai “suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan.” Biasanya portofolio merupakan karya terpilih dari seorang siswa, tetapi dalam hal ini setiap portofolio berisi karya terpilih dari siswa satu kelas secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif dalam memilih, membahas, mencari data, mengolah data, menganalisa, dan mencari pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji.
Langkah-langkah pembelajaran
a.       Identifikasi masalah : proses pembelajaran diawali dengan adanya masalah-masalah yang menghendaki pemecahan. Peserta didik dilatih agar memiliki kepekaan dan tanggap terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat
b.      Menentukan satu masalah kajian kelas. Peserta didik dalam satuan kelas menentukan skala prioritas melalui cara-cara yang demokratis untuk menentukan secara cerdas satu masalah diantara berbagai masalah yang ada dijadikan bahan kajian bersama
c.       Mengumpulkan data dan informasi.  Dalam rangka mencari solusi terhadap masalah kajian kelas, peserta didik belajar menggali, mencari, mengumpulkan, memilih dan memilah data dan informasi yang diperlukan melalui cara-cara ilmiah dan demokratis dari berbagai sumber data dan informasi secara individual maupun kelompok di bawah bimbingan guru
d.      Mengembangkan portofolio. Setelah memiliki data dan informasi yang cukup peserta didik membuat portofolio. Kelas dibagi kedalam empat kelompok. , masing-masing kelompokmmembuat portofolio(satu portofolio tayangan dan satu portofolio dokumentasi) dengan masing masing judul yang berbeda tetapi masih dalam satu topik/tema, misalnya
1)      Kelompok 1 : membuat portofolio tentang “penjelasan masalah”
2)      Kelompok 2 : membuat portofolio tentang “kebijakan-kebijakan alternatif”
3)      Kelompok 3 : membuat portofolio tentang “kebijakan kelas”
4)      Kelompok 4 : membuat portofolio tentang “rncana tindakan.”
e.      Gelar kasus (show case). Peserta didik mempresentasikan portofolio yang telah dibuatnya dihadapan dewan juri dalam bentuk dengar pendapat (public hearing). Kegiatan ini merupakan ajang unjuk kemampuan pembelajaran dan sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik atas proses dan hasil belajar yang dicapai
f.        Refleksi. Ini merupakan bentuk kegiatan dimana siswa merefleksikan seluruh pengalaman belajarnya. Dari kegiatan refleksi ini peserta didik dapat menyadari kelemahan-kelemahan dan keunggulan-keunggulan proses belajarnya guna menentukan langkah-langkah perbaikan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Peserta didik dapat pula mengembangkan berbagai pengalaman emosional-psikologis, suka-duka, dan berbagai keceriaan dan menjalani kegiatan belajarnya.

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pare-Share (berpikir-berpasangan-berbagi)

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pare-Share (berpikir-berpasangan-berbagi)


Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) mula-mula dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola belajar di dalam kelas. Teknik ini memberi peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu peserta didik yang maju dan membagikan hasinya untuk seluruh kelas, tetapi dalam teknik Berpikir-Berpasangan-Berbagi ini memberikan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada orang lain. Tipe Think-Pair-Share (TPS) ini merupakan pengganti dari tanya jawab seluruh kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan struktur kelompok yang dibuat secara berpasangan atau terdiri dari 2 orang. Terlebih dahulu peserta didik diberi masalah-masalah fisika secara individu sehingga setiap individu memiliki persepsi awal tentang masalah tersebut. Setelah itu, peserta didik dibentuk dalam kelompok dengan cara berpasangan. Asumsi awal yang trbentuk ini akan dipertemukan dalam tahap ini dan menyamakan persepsi untuk memecahkan masalah-masalah fisika yang diberikan sebelumnya. Setiap pasangan akan diminta kepada semua peserta didik berbagi di dalam  dengan melaporkan apa yang telah mereka peroleh dari proses tersebut.
Langkah-langkah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) adalah sebagai berikut:
a.       Tahap 1 Think (Berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
b.      Tahap 2 Pairing (Berpasangan)
Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide dengan batas waktu yang diberikan untuk berpasangan adalah 4 – 5 menit.
c.       Tahap 3 Sharing (Berbagi)
Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Apabila langkah-langkah tersebut dikaji, maka Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterampilan berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Selain itu dengan adanya Tink-Time dan fase Thinking, peserta didik diharapkan akan tertantang untuk memikirkan dan memecahkan masalah yang diajukan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah.

Model-model Pembelajaran Kooperatif vv

Model-model Pembelajaran Kooperatif

Dalam kegiatan belajar mengajar guru dapat menerapkan beberapa model pembelajaran sesuai dengan kondisi kelas dan materi yang diajarkan. Model Pembelajaran yang efektif untuk diterapkan di kelas adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam satu kelompok kecil, saling membantu dalam belajar. Dalam Pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda satu sama lain.
Dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
Berikut ini contoh model pembelajaran kooperatif dengan beberapa tipe yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas antara lain :

1. STAD (Student Teams Achievement Division)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.

2. Round Table atau Rally Table

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa, misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “a”. Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.

3. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.

4. Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.

5. Tim Jigsaw

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja misalnya PKn, atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan/menjelaskan tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.

6. Jigsaw II

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.

7. Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)

Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.

8. NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama

Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.

9. TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

10. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).

11. Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.

12. GI (Group Investigation)

Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Langkah-langkah pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai berikut : 1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen, 2) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan, 3) Guru memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya, 4) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam kelompoknya, 5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya, 6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya, 7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan, 8)Evaluasi.

13. Marry Go Round

Model pembelajaran Kooperatif Tipe Keliling Kelompok (Go Around) ini memberikan kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain dalam pemecahan suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif tipe keliling kelompok merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas yang akan mengaktifkan setiap anggota kelompok. Dimana penerapannya dimulai dari pertama sekali siswa membentuk kelompoknya masing-masing, kemudian masing-masing kelompok diberi waktu 15 menit untuk mempelajari materi yang akan dibahas. Sebelumnya guru telah mempersiapkan pertanyaan yang sesuai dengan indikator (satu buah karton dibuat satu pertanyaan) ditempel di dinding kelas (depan, samping, belakang) dengan jarak tertentu. Setiap kelompok berdiri di depan kertas kartonnya masing-masing, Guru menentukan waktu untuk memulai menulis, Siswa cukup mengisi satu jawaban dengan waktu yang ditentukan guru, Seterusnya tiap kelompok bergilir mengisi jawaban menurut arah jarum jam, dan begitu seterusnya. akhir semua kegiatan diadakan diskusi kelas dan tanya jawab.

14. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).

15. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.

16. The Williams

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

17. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

18. TPC (Think Pairs Check)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.

19. TPW (Think Pairs Write)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.

20. Tea Party (Pesta Minum Teh)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.

21. Write Around (Menulis Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa…). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.

22. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin

Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama provinsi di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.

23. LT (Learning Together)

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.

24. Student Team Learning (STL – Kelompok Belajar Siswa)

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.

25. Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.

Belajar Matriks Dengan Bermain Domino (+5) PASTE

Pengalaman pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan dalam belajar Matematika akan sangat mempengaruhi kondisi minat belajar siswa, apalagi terhadap siswa yang mengalami phobia atau takut pada pelajaran Matematika. Ini penting menjadi perhatian bagi rekan-rekan guru karena tidak sedikit siswa yang phobia terhadap Matematika.
Hal ini yang mendorong saya sebagai seorang guru Matematika untuk selalu berinovasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas dengan menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dengan harapan siswa yang tidak senang dan phobia terhadap Matematika menjadi termotivasi dan senang dalam belajar Matematika.
Pada kesempatan kali ini saya mencoba share dengan rekan-rekan guru se Indonesia melalui guraru ini mengenai Pembelajaran Matriks dengan Bermain Domino. Saya memilih permainan domino ini karena permainan ini sangat dikenal di masyarakat luas mulai dari anak-anak hingga orang dewasa serta cara memainkannya pun sangat mudah dan hampir semua orang bisa.
Kemudian materi Matriks yang saya pilih karena materi ini cukup mudah bagi siswa yang senang dengan Matematika dan sulit bagi siswa yang tidak menyukai matematika karena banyak terkait dengan konsep dasar matematika yaitu operasi aljabar. Sementara siswa yang kurang mampu matematika sebagian besar karena tidak menguasai konsep aljabar. Sehingga dengan permainan ini diharapkan siswa yang kurang mampu mau untuk berpikir dan menanyakan apa yang tidak dikuasainya kepada guru maupun kawannya yang mengerti karena pembelajaran dilakukan sambil bermain.
Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran dari permainan domino ini sebagai berikut :
1. Pendahuluan
Sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran, saya sebagai guru sudah menyiapkan 4 set kartu domino yang sudah dimodifikasi pada gambar yang ada di kartu diganti dengan materi-materi Matriks berupa soal dan jawaban. Pada tiap-tiap kartu dibuat sisi soal yang jawabannya ada di kartu lain dan sisi jawaban yang soalnya juga ada di kartu lainnya lagi. Maka jika kartu domino ini dimainkan masing-masing kartu akan berpasangan antara soal dan jawabannya dan saling berangkaian seperti gambar berikut
Foto0555
2. Kegiatan Pembelajaran
Sebelum kegiatan berlangsung guru terlebih dahulu membentuk kelompok yang terdiri dari 2 siswa. Kemudian setiap 4 kelompok dibuat menjadi satu grup yang nantinya menjadi pasangan bermain. Selanjutnya guru menberikan penjelasan secukupnya tentang materi pembelajaran Matriks tersebut dan juga memberi pengarahan tentang bagaimana tata cara dan peraturan dalam permainan domino tersebut.
Setelah menerima penjelasan grup yang sudah dibentuk menyiapkan tempat untuk bermain. Masing masing grup tersebut diberi 1 set kartu domino untuk dimainkan.
Selama permainan berlangsung setiap kelompok diwajibkan untuk membuat penyelesaian soal dari semua soal yang ada pada kartu kelompok masing-masing untuk dipresentasikan didepan kelas setelah permainan berakhir.
Hasil penyelesaian soal tersebut dikumpulkan kepada guru sebagai bahan penilaian hasil kerja mereka. Guru juga meminta beberapa kelompok (sesuai dengan waktu yang tersedia) untuk dapat mempresentasikan jawaban mereka di depan kelas.

Media Pembelajaran Perkalian dengan Teknik Matrik VVV

Tagged Under : ,
Keterampilan melakukan operasi perkalian merupakan salah satu kemampuan dasar matematika yang harus dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan dasar. Kemampuan melakukan operasi perkalian menjadi prasyarat penting guna mempelajari matematika lebih lanjut.
Operasi perkalian ini harus dipelajari setelah siswa menguasai dengan baik operasi penjumlahan. Karena operasi perkalian merupakan penggandaan atau pengulangan operasi penjumlahan, jadi penguasaan kemampuan melakukan operasi penjumlahan merupakan dasar untuk mempelajari operasi perkalian.
Guna memantapkan kemampuan melakukan operasi perkalian guru dapat menggunakan berbagai media atau alat peraga. Salah satu media untuk membantu siswa dalam memantapkan kemampuan melakukan operasi perkalian saya sajikan di sini yaitu dengan teknik matrik. Media ini saya coba buat se-interaktif mungkin dengan tujuan dapat lebih menarik minat para siswa terutama mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Ada beberapa langkah untuk melakukan operasi perkalian dengan teknik matrik ini, misal kita akan menyelesaikan soal 367 x 89, langkah-langkah penyelesaian :
  1. Bilangan 3, 6, dan 7 kita tempatkan pada 3 kolom pada baris pertama, dan bilangan 8 dan 9 pada dua baris pada kolom paling kanan.
  2. Lakukan operasi perkalian 3 x 8 yang menghasilkan 24. Bilangan 24 dituliskan pada sel/kotak dibawah 3 dan sebaris dengan 8, dan penulisannya dipisahkan antara puluhan dan satuan (gambar 1). Demikian seterusnya untuk 3 x 9, 6 x 8, 6 x 9, 7 x 8, dan 7 x 9.
  3. Setelah semua operasi perkalian dilakukan, langkah berikutnya adalah menjumlahkan sesuai dengan arah diagonal mulai dari diagonal paling kanan, dan hasil penjumlahan dituliskan pada sel/kotak pada bagian tepi kiri dan bawah (gambar 2). Diagonal paling kanan = 3, berikutnya 6 + 6 + 4 = 16 dituliskan 6, puluhan 1 disimpan dan ditambahkan pada diagonal berikutnya : 1 + 5 + 8 + 5 + 7 = 26 ditulis 6, 2 disimpan dan ditambahkan pada diagonal berikutnya 2 + 4 + 4 + 2 = 12 ditulis 2, 1 disimpan dan ditambahkan pada diagonal berikutnya 1 + 2 = 3.
  4. Hasil perkalian diperoleh dengan urutan mulai kanan bawah sebagai satuan, sebelah kirinya sebagai puluhan dan seterusnya. Jadi kita mendapatkan hasil bahwa : 367 x 89 = 32663

gb-11

gambar 1

gb-2gambar 2

Berikut adalah media interaktif nya, silahkan mencoba semoga bermanfaat.

PEMANFAATAN MEDIA TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA VVVV

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik dimulai dari sekolah dasar, tujuannya adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,analitis,sistematis,kritis dan kreaktif
Untuk belajar matematika sebenarnya tidak perlu mengeluarkan modal yang besar dan membutuhkan peralatan yang mahal dan mewah,yang diperlukan adalah kekreatifan.Misalnya apa yang ada di alam bisa dijadikan media pembelajaran matematika sebagai contoh lidi dari daun kelapa.Bagi sebagian orang mungkin berpikir bahwa lidi kelapa tidak ada kaitannya dengan matematika,tapi dalam kasus ini lidi kelapa kalau dimanfaatkan sebaik mungkin dalam pembelajaran matematika maka ia akan sangat membantu proses pembelajaran,misalnya lidi kelapa tersebut dapat dijadikan alat hitung dalam mengerjakan soal-soal matematika.Ini terbukti,sejak dulu anak-anak di desa yang kurang mampu menggunakan lidi kelapa sebagai alat hitung pengganti sampoa.
B.Fungsi Lidi Sebagi Media Belajar
Fungsi media lidi disini adalah untuk mempermudah anak-anak SD dalam berhitung,baik perkalian,pembagian,penjumlahan,dan pengurangan,selain itu media lidi dapat juga dibentuk berbagai bentuk bangun datar seperti,persegi,segitiga,dan lain-lain.
C.Manfaat Lidi Sebagai Media Belajar
Dengan menggunakan media lidi siswa dapat belajar sambil bermain, proses belajar mengajar menjadi menarik, siswa menjadi tidak bosan terhadap materi yang disampaikan, siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran matematika yang disampaikan oleh guru dan siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar,sehingga dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa.
D.Contoh dan Cara Penggunaan Lidi Sebagai Media Pembelajaran
  • Penggunaan lidi dalam menjelaskan dan memahami konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang.
Misalnya sebagai contoh gambar dibawah ini adalah salah satu cara untuk memberikan pemahaman kepada siswa mengenai konsep perkalian sebagai penjumlahan berulang.Dimana gambar dibawah ini menunjukan perkalian 4 x 5,yang sama artinya 5 + 5 + 5 + 5
 Cara penggunaan media lidi untuk menghitung perkalian 4 x 5 di atas yaitu :
1)      Siswa harus menyiapkan lidi yang telah dipotong dengan ukuran kira-kira 10 cm
2)      Ambilah potongan lidi tersebut sebanyak lima batang,lalu jadikan  satu kelompok
3)      Selanjutnya lakukan pengambilan potongan lidi seperti diatas sebanyak 4 kali
4)      Untuk mendapatkan hasil perkalian tersebut siswa hanya perlu menjumlahkan semua batangan lidi tersebut.
  • Penggunaan lidi dalam memahami materi tentang mengenal bentuk-bentuk bangun datar.
Selain untuk berhitung lidi juga bisa disusun menyerupai bangun datar,misalnya persegi.Cara membuatnya yaitu :
1)      Siapkan lidi yang dipotong sebanyak 4 batang,dengan ukuran yang sama.
2)      Susunlah lidi tersebut hingga menyerupai bangun persegi.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh gambar dibawah ini.
Jadi dapat disimpukan, media pembelajaran matematika tidak harus benda yang mahal dan modern,benda yang tidak berguna sekalipun bisa dijadikan media pembelajaran matematika,seperti lidi yang merupakan media belajar yang tradisional.